Pengertian, Fungsi dan Manfaat Pembelajaran Bermakna : David Ausubel

BAB I
PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang dapat menunjang, yaitu komponen tujuan, materi, strategi belajar mengajar dan evaluasi. Dalam hal ini strategi dan metode pembelajaran merupakan komponen yang penting sehingga memerlukan pembahasan secara merinci. Dalam hal ini penulis akan menjelaskan mengenai pengertian, fungsi dan manfaat pembelajaran bermakna.
b.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pembelajaran bermakna?
2.      Apa fungsi pembelajaran bermakna?
3.      Apa manfaat pembelajaran bermakna?
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
1.      Pengertian Pembelajaran Bermakna
Pembelajaran bermakna terdiri dari dua kata, yaitu pembelajaran dan bermakna. Kata pembelajaran terbentuk dari imbuhan pem-an + belajar, artinya ‘hal belajar’; segala sesuatu yang berhubungan dengan belajar, kegiatan belajar atau proses membelajarkan, yaitu proses mengkondisikan siswa belajar. Belajar artinya berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Pembelajaran berpusat pada kegiatan siswa belajar. Dalam hal ini belajar adalah kegiatan aktif siswa dalam membangun pemahaman atau proses individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku itu terjadi secara sadar, berlanjut, fungsional, positif, permanen, terarah, dan total. Bermakna adalah berarti; mempunyai (mengandung) arti (KBBI, 1988).
Pembelajaran bermakna merupakan teori yang digagas oleh David Ausubel. Menurut Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Pembelajaran bermakna ini erat kaitannya dengan teori konstruktivisme pemikiran Vygotsky. Paham ini berpendapat bahwa siswa mengkonstruksikan pengetahuan atau menciptakan makna sebagai hasil dari pemikiran dan berinteraksi dalam suatu konteks sosial. Teori belajar ini merupakan teori tentang penciptaan makna. Selanjutnya, teori ini dikembangkan oleh Piaget (Piagetian Psychological Constructivism) yang menyatakan bahwa setiap individu menciptakan makna dan pengertian baru berdasarkan interaksi antara apa yang telah dimiliki, diketahui dan dipercayai dengan fenomena, ide atau informasi baru yang dipelajari. Piaget menjelaskan bahwa setiap siswa membawa pengertian dan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke dalam setiap proses belajar yang harus ditambahkan, dimodifikasi, diperbaharui, direvisi, dan diubah oleh informasi yang dijumpai dalam proses belajar. Itulah sebabnya Vygotsky menyatakan bahwa proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi karena persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran individu dan melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Penciptaan makna terjadi pada dua jenjang, yaitu pemahaman mendalam (inert understanding) dan pemahaman terpadu (integrated understanding). Hal demikian bisa terwujud melalui partisipasi aktif antara guru dan siswa, saling menghormati dan menghargai. David Ausubel (1963) mengklasifikasikan belajar dalam dua dimensi. Pertama, menyangkut cara penyajian materi yang diterima oleh peserta didik. Melalui dimensi ini, peserta didik memperoleh materi/informasi melalui penerimaan dan penemuan. Maksudnya peserta didik dapat mengasimilasi informasi/materi pelajaran dengan penerimaan dan penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran dengan struktur kognitif yang telah ada. Jika peserta didik hanya mencoba-coba menghafalkan informasi atau materi pelajaran baru tanpa menghubungkannya dengan konsep-konsep atau hal lainnya yang ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut dengan belajar hafalan. Sebaliknya, jika peserta didik menghubungkan informasi atau materi pelajaran baru dengan konsep-konsep atau hal lainnya yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut dengan belajar bermakna.
Sehubungan dengan hal ini, Dahar (1996) mengemukakan dua prasyarat terjadinya belajar bermakna, yaitu (1) materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial, dan (2) anak yang akan belajar harus bertujuan belajar bermakna. Kebermaknaan potensial materi pelajaran bergantung kepada dua faktor, yaitu (1) materi itu harus memiliki kebermaknaan logis, dan (2) gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif peserta didik.
2.      Fungsi Pembelajaran Bermakna

             Pembelajaran bermakna dapat menjadi dasar dalam melaksanakan model pembelajaran tematik dan model pembelajaran kontekstual. Dalam pelaksanaan model pembelajaran kontekstual, siswa dituntut untuk dapat mengaitkan pembelajaran di sekolah dengan pengalaman langsung atau kejadian-kejadian pada kehidupan sehari-hari. Sedangkan dalam model pembelajaran tematik materi pelajaran dikembangkan berdasarkan satu tema untuk semua mata pelajaran.
             Dengan pembelajaran bermakna dapat membuat siswa menjadi lebih aktif. Dengan pembelajaran bermakna siswa tidak hanya menghafal materi pembelajaran namun juga dapat menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada atau pernah diketahui sebelumnya. Misalnya : dalam pembelajaran PAI dengan materi akidah akhlak, siswa tidak hanya menerima teori-teori atau materi dari guru saja melainkan siswa juga dapat mengaitkan kehidupan sehari-hari, mengenai hal-hal yang merusak akidah (perbuatan syirik), seperti melalaikan sholat.
3.      Manfaat Pembelajaran Bermakna
Ausubel dalam Dahar (1989) mengemukakan tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu:
  • Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.
  • Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
  • Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi “lupa.
Dalam pembelajaran bermakna siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Selain itu, pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran bermakna menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi yaitu berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada peserta didik melalui penerimaan (reception learning) atau penemuan (discovery learning) dan menyangkut cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi pada struktur kognitif yang telah ada, yaitu belajar bermakna (meaningful learning) atau hafalan (root learning). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang.
Ausubel mengemukakan bahwa belejar menerima dan belajar menemukan adalah dua hal yang berbeda. Pada belajar menerima, isi pokok yang akan dipelajari diberikan kepada peserta didik dalam bentuk catatan. Sedangkan dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Ausubel juga menjelaskan bahwa perbedaan antara belajar hafalan dan belajar bermakna sering dicampuradukkan dengan perbedaan antara belajar menerima dan belajar menemukan.
DAFTAR PUSTAKA
Dahar, Ratna Willis. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. 2011. Jakarta : Erlangga.
Rusman. Model-model Pembelajaran. 2011. Jakarta: Rajawali Pers.
http://rudy-unesa.blogspot.co.id/

Comments

Popular posts from this blog

Tokoh Pembaharuan Islam Modern : Muhammad Abduh

Contoh Media Pembelajaran Poster